Menuai Prestasi, Menanam Karakter: Kehadiran Pak Budi Nurani, M.Pd. dalam Kepemimpinan di SMAN 9 Malang

Di balik senyum hangat dan sapaan ramah yang kerap terdengar saat memasuki gerbang SMAN 9 Malang, tersimpan filosofi kepemimpinan yang kuat dari seorang kepala sekolah yang kini menjadi tokoh sentral perubahan di lingkungan sekolah, Bapak Budi Santoso, S.Pd., M.M..

Dari Menanam ke Memanen, Lalu Menanam Kembali

Perjalanan panjang Pak Budi di dunia pendidikan tak sekadar lintas tempat, tetapi juga lintas nilai dan makna. Sebelum memimpin di SMAN 9 Malang, ia pernah menorehkan jejak di SMA Negeri 6 Malang. Baginya, masa itu adalah waktu “menanam”, membangun budaya dasar seperti senyum, salam, sapa, dan kedisiplinan. Hal-hal sederhana yang ia yakini sebagai akar kuat untuk tumbuhnya karakter siswa.

Kini di SMANAWA, ia merasa telah memasuki fase “memanen”—memetik hasil dari benih yang dulu ia tanam dan yang telah ditumbuhkan pula oleh para pemimpin sebelumnya. Namun, memanen bagi Pak Budi bukan berarti berhenti bekerja. Justru di sinilah ia mulai menanam kembali dengan cara baru, membawa semangat program SMANAWA Juara yang berfokus pada pembentukan karakter dan budaya berprestasi.

“Prestasi bukan hanya milik siswa, tapi juga guru, staf, dan semua warga sekolah. Kita berjuang bersama, dari level lokal, kota, provinsi, hingga nasional,” ujar Pak Budi dengan mantap.

Filosofi Pemimpin Jawa: Teladan, Semangat, dan Dorongan

Dalam kesehariannya, Pak Budi tak banyak berkata-kata, namun tindakannya berbicara banyak. Baginya, menjadi pemimpin adalah soal peran, bukan posisi. Ia mengacu pada filosofi kepemimpinan Jawa:

Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

Ia tak segan memungut sampah di halaman sekolah atau membantu mengatur barisan siswa saat upacara. Bukan karena tak ada yang bertugas, tapi karena menurutnya, “Pemimpin harus jadi yang pertama memberi contoh. Siapa tahu ada yang melihat, lalu tergerak meniru.”

Sekolah Sehat Bukan Sekolah Sempurna

Ketika ditanya seperti apa sekolah yang sehat menurutnya, Pak Budi menjawab dengan rendah hati. Ia menyadari bahwa tak ada sekolah yang sempurna, baik itu sekolah unggulan di tengah kota maupun sekolah kecil di pinggiran. Justru yang penting adalah kemauan untuk belajar dari satu sama lain.

“Sekolah yang baik adalah sekolah yang mau membuka diri. Kita harus belajar dari sekolah lain, bukan bersaing secara kaku,” ucapnya.

Digital Migrant di Tengah Native Digital

Pak Budi dengan santai menyebut dirinya sebagai “migran digital”, generasi yang lahir sebelum era gadget merajai dunia.

Namun di balik candaan itu, terselip tekad kuat untuk tetap relevan. Ia terus belajar teknologi, bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk memastikan seluruh warga sekolah memanfaatkan teknologi secara bijak. Ia menyadari, di era serba digital ini, kecanggihan alat bisa mendekatkan sekaligus menjauhkan manusia, tergantung bagaimana kita menggunakannya.

Karakter Dimulai dari Hal Kecil

Pak Budi meyakini bahwa pendidikan karakter tidak perlu dimulai dari konsep rumit. Ia justru merangkum pendekatan karakter menjadi tiga langkah sederhana:

  1. Mulai dari diri sendiri
  2. Mulai dari sekarang
  3. Mulai dari hal kecil

Tiga prinsip ini bukan hanya menghiasi pidatonya, tetapi benar-benar dijalankan dalam keseharian. Ia ingin siswa terbiasa menciptakan perubahan positif mulai dari hal-hal sepele, seperti datang tepat waktu, merapikan kursi, atau membantu teman yang kesulitan.

Pesan untuk Para Guru: Tetap Hadir, Tetap Tersenyum

Mengakhiri obrolan dengan tim Jurnalistik, Pak Budi menyampaikan pesan tulus kepada para guru dan tenaga pendidik di Kota Malang, khususnya yang sedang sibuk mengawal proses PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru).

“Kita semua punya masalah di rumah, saya juga. Tapi di sekolah, kita harus hadir sebagai penyemangat untuk siswa. Senyum itu penting. Profesionalisme dimulai dari hadir dengan sepenuh hati.”

Dalam suasana pendidikan yang terus berubah dan menantang, Pak Budi hadir tidak hanya sebagai kepala sekolah, tetapi juga penggerak budaya positif, pembangun karakter, dan penjaga semangat kemajuan di SMANAWA.

Pak Budi telah menunjukkan bahwa menjadi pemimpin bukan tentang siapa yang paling lantang bicara, tapi siapa yang paling nyata dampaknya. Di tangan beliau, SMAN 9 Malang bukan hanya tempat belajar, tetapi juga ladang tempat karakter tumbuh, nilai ditanam, dan prestasi dipanen bersama.

Recommended Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *