Pandemi sudah berakhir cukup lama, namun dampak yang diberikan saat ini masih terasa. Adanya pandemi membuat orang-orang harus berdiam diri di rumah untuk mencegah penyebabran virus Covid-19. Berdiam diri di dalam rumah dalam waktu yang lama dan tak menentu dapat menimbulkan kejenuhan. Dari kejenuhan inilah akhirnya orang-orang semakin sering mencari hiburan di media sosial.
Salah satu media sosial yang digandrungi saat masa pandemi adalah TikTok. TikTok merupakan platform media sosial berbasis video yang memungkinkan pengguna membuat, menonton, dan berbagi video yang berdurasi singkat, antara 15 detik hingga 3 menit. Hingga saat ini TikTok masih menjadi media sosial yang berkembang pesat dan digandrungi oleh banyak orang.
Isi konten yang disajikan sangat bervariasi. Kebanyakan merupakan humor, rekomendasi tempat, endorse product, daily live, dan story telling. Algoritma konten yang disajikan pun dengan cepat berganti tren. Misalnya, di tahun 2024 lalu booming konten berdurasi singkat yang receh, kurang berbobot, namun dapat membuat audiens tertawa. Misalnya seperti konten video “Domisili Mana?”, “Tungtung Sahur”, “Papa Mau Tiga”, “Papa Dikejar Tempe”, dan masih banyak lainnya.
Semakin banyak konten berdurasi singkat dan kurang berbobot ini ternyata memberikan dampak buruk, terutama pada aspek kognitif. Fenomena ini memiliki istilah yang disebut sebagai Brain Rot.
Apa itu Brain Rot?
Brain Rot atau pembusukan otak merupakan istilah yang digunakan untuk fenomena penurunan kemampuan berpikir kritis, daya ingat, dan fungsi eksekutif akibat konsumsi konten media sosial yang dangkal.
Ciri-ciri Brain Rot
Brain Rot dapat dialami oleh siapa saja, terutama bagi kalian yang sering menghabiskan waktu luang di media sosial. Gejala yang muncul di setiap orang pun bisa berbeda-beda. Berikut ciri-ciri Brain Rot di antaranya.
- Kecanduan media sosial
- Mudah cemas dan stres
- Menurunnya daya ingat
- Fokus dan konsentrasi berkurang
- Tidak berkembangnya kemampuan berpikir kritis
- Ketergantungan pada validasi sosial
Mengapa Konten Receh Bisa Menyebabkan Brain Rot?
Konten receh membuat para audiens menerima isi konten begitu saja tanpa perlu dipikirkan dengan kritis dan mendalam. Selain itu, dengan durasi konten yang singkat kalian dapat melahap puluhan hingga ratusan konten dalam waktu satu jam saja. Hal ini bisa membuat otak overload karena stimulasi yang bertubi-tubi sehingga mempengaruhi proses kerja otak pula. Apabila dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan berlebihan dapat menyebabkan otak ‘membusuk’ dan tidak bisa bekerja dengan baik.
Bagaimana Dampak Brain Rot di Kehidupan Nyata?
Otak yang sudah terkena brain rot akan mengalami penurunan daya pikir sehingga penderita menjadi malas berpikir berat. Selain itu, bila di media sosial kalian bisa langsung melewati konten yang tidak kalian sukai, maka kebiasaan ini bisa terbawa ke kehidupan nyata. Ketika tidak menyukai sesuatu, para pengidap Brain Rot cenderung akan kabur dari hal itu daripada menyelesaikannya. Hal ini sejalan dengan tingkat kesabaran yang menjadi setipis tissue. Konsumsi konten berdurasi singkat secara terus-menerus membiasakan otak untuk hasil yang instan sehingga cenderung tidak suka mengikuti kegiatan yang membutuhkan proses panjang.
Bagaimana Cara Mencegah Brain Rot?
Apabila kalian merasa memiliki tanda-tanda Brain Rot, tenang! Karena masih ada cara untuk mengatasinya. Kunci utama untuk pemulihan Brain Rot adalah kontrol diri! Berikut cara-cara yang bisa kamu lakukan.
- Batasi Waktu Bermain Media Sosial
Kalian harus membatasi waktu bermain media sosial. Apabila masih mudah terpancing untuk membuka media sosial, kamu bisa menyembunyikan aplikasi media sosial yang sering kamu buka atau mematikan notifikasi aplikasi. Penggunaan media sosial sebaiknya tidak lebih dari 1-1,5 jam sehari.
- Seleksi Konten yang Dikonsumsi
Mulailah cari konten yang berkualitas dan bermutu yang memberikan wawasan untuk otak kalian. Kurangi konten yang hanya menawarkan hiburan instan.
- Berlatih Berpikir Kritis
Biasakan membaca artikel atau buku yang kamu suka. Apabila masih kesulitan untuk membaca, kalian bisa mulai dari menonton video bersifat edukasi dengan durasi yang lebih panjang, misalnya 5-10 menit.
- Touch Some Grass!
Terlalu banyak scrolling media sosial, menandakan kurang sibuknya kamu di kehidupan nyata. Carilah hobi baru dan komunitas yang bermanfaat. Luangkan lebih banyak waktu untuk berinteraksi dengan keluarga dan teman. Rasakan matahari cerah di luar dan lihat rumput hijau di sekitarmu!
Jika setelah membaca artikel ini kalian merasa memiliki tanda-tanda Brain Rot, mungkin ini saatnya untuk meningkatkan kontrol diri dan mengurangi konsumsi konten digital yang kurang berkualitas. Dengan penggunaan media sosial yang lebih bijak kita dapat mencegah dampak negatifnya dan menjaga kesehatan otak di era digital ini.
Rahajeng Shafira-Guru Bahasa Indonesia